2nd Father, Wali Kelasku Kemarin, Kini dan Esok

Saat itu aku sedang berdinas piket di pos jaga bersama teman-teman satu regu, sudah lupa hari dan tanggalnya. Tanpa ada angin atau hujan, tiba-tiba saja aku dibawa terbang oleh pikiranku sendiri teringat seseorang yang pernah mengajar Fisika saat aku SMK, yang pernah marah hebat padaku, yang menyuruhku push up, yang pernah menyuruhku bersihkan kaca jendela kelas sendirian, yang pernah membawaku menghadap guru BK dan yang tak bisa kulupakan pernah memanggil orangtuaku ke sekolah. “Assalamu’alaikum, selamat siang…Mohon ijin, bolehkah saya menelpon?” Tulisku di WhatsApp. Waduh…, harap dan cemas karena dobel centang hitam tak kunjung jadi biru. Pesanku diabaikan, ah… tapi positive thinking sajalah, mungkin masih sibuk. Sekitar sejam kemudian kucoba tulis lagi : “ Kulo Bayu, nyuwun wekdal bade matur sekedhap” ( Saya Bayu, mohon waktu sebentar untuk ngobrol, red). Auwow… terjawab sudah ketika ada notif masuk “Sebentar mas, nanti kalau saya sudah selesai akan saya telpon”.

Menjalankan tugas di Yonif V Marinir Surabaya

Keren, beberpa menit kemudian ada panggilan WhatsApp masuk, ku terima, mulai percakapan indah dan seru dan… dan… yang rasa-rasanya tak bisa kutulis disini. “ Bapak, mohon telponnya ditutup dulu, gantian saya yang nelpon” . Obrolan berlanjut, asyik, loss tidak pakai ruwet seperti dulu saat aku sering main ke rumahnya, cuman bedanya sekarang aku sering menjawab “ Siap !”. Mungkin ini karena kebiasanku yang sekarang menjadi TNI AL pada Yonif V Marinir Surabaya.

Aku dilahirkan dari kalangan keluarga sederhana dari pasangan ayah Akhmad Junaidi dan Ibu Suliyah di Kabuh Jombang. Orangtua yang sabar, tak putus-putusnya  mendoakan yang terbaik untukku dan memberi semangat tanpa henti mengantarku menuju cita-cita. Orangtuaku memberi nama aku, Ahmad Bayu Syahputra. Sekarang semakin tumbuh menjadi remaja abdi negara. Kalau boleh numpang promosi sedikit, cowok jomblo tinggi 168 cm, berat badan 68 kg ( ideal kan..? ehem) wajah tidak mengecewakan meskipun kadang agak bandel sedikit. Jadi teringat pesan wali kelasku : “ Namanya remaja, bolehlah nakal sedikit yang penting tetap sholat dan jangan sampai membuat ibu meneteskan air mata karena ulahmu. Kesuksesanmu ada di telapak tangan ibumu, kau buka, cium, mohon maaflah dan minta restu agar setiap langkahmu senantiasa dalam doa dan ridhonya”. Dan sampai kini kalimat itu menghunjang di hati.

Pelantikan, 7 Januari 2022

Ternyata tak mudah untuk menjadi TNI. Dua kali tes gagal, malah pada tes yang kedua tinggal satu langkah terakhir ternyata harus pulang. Kegagalan kedua bukan menjadi penghalang untuk lanjut karena orangtua memompa semangat dan guruku yang sering kudatangi ke rumahnya selalu bilang, “ baru tes kedua bosque, akan ada cerita lain yang lebih indah bahkan very beautiful ketika anakku Bayu mencoba lagi yang ketiga, Bayu itu my son yang selalu kusebut di setiap sepertiga malam. Semangat le, kamu bisa !!!” Ternyata benar, usaha keras tak mengkhianati hasil, aku mengikuti bimbingan psiko, bimbingan fisik dan check up kesehatan secara berkala dan akhirnya dinyatakan lulus berlanjut ke pendidikan dasar di Juanda Surabaya selama 6 bulan, pendidikan komando di Banyuwangi selama 6 bulan. Tepat 7 Januari 2022 pelantikan. Yah, pelantikan tak seperti biasanya. Tak mengurangi kesakralan pelantikan meskipun tak dihadiri orangtua karena memang masih suasana pandemi covid-19 sehingga jumlah yang hadir di pelantikan dibatasi.

Pengamanan G 20 Bali

Pesan untuk adik kelasku, agar selalu semangat belajar di SMK agar cita-cita tercapai, di era yang akan datang tantangan semakin besar, buat dirimu bernilai lebih, mempunyai keunggulan yang unik yang akan mengantarmu pada tepuk tangan keberhasilan. Untuk almamaterku SMK Negeri Kudu semoga semakin maju, senantiasa meningkatkan  kedisiplinan karena apapun alasannya karakter menjadi hal yang nomor satu dimanapun berada.

Kenagan bersama wali kelas XII semasa di SMKN Kudu ( Bayu, 2 dari kanan )

Dan yang spesial pakai telur tidak pakai lama ( he..he..) untuk mantan wali kelasku kelas XII, Pak Zen, eh salah… bukan mantan wali kelas tapi tetap wali kelas sampai kapanpun. Terima kasih, matur nuwun, mator sakalangkong, atur nuhun, arigatao, thank you… Marahnya Bapak dahulu bentuk sayangnya yang kurasa saat ini, sabarnya mendengar keluh kesahku dulu menjadi madu penambah semangatku saat ku lelah, lapangnya dada saat itu yang kujadikan tempat bersandar sampai saat ini tetap kurasakan degup jantung penyemangat hidupku. Bahkan ketika aku terjerembab dalam pusaran cinta ABG, pak guru menjadi yang nomor wachid mengulurkan tangan kasih penyelamat. Sehat terus Pak guru,  bapakku kedua, wali kelasku dulu, kini dan esok, love you full.

NB.
Cerita ini disarikan dari obrolan jurnalis smknkudu.sch.id bersama Ahmad Bayu Syahputra by phone dan Bapak Akhmad Junaidi / Ibu Suliyah di Kabuh Jombang.

(admin/zen)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *