Setiap pagi, dua malaikat turun mendampingi seorang hamba. Yang satu mendoa, “Wahai Tuhan, berikanlah ganti rugi bagi dermawan yang menyedekahkan hartanya.” Dan yang satu lagi berkata, “Wahai Tuhan, musnahkanlah harta si bakhil.”
Nabi Muhammad SAW.

Kedermawanan merupakan bagian integral kepribadian kita, seandainya kita bersedia meneladani perilaku Rasululloh, sikap itu tak bergeming oleh situasi kejiwaan kita, misalnya kita sedang dilanda duka maupun suka. Juga tak mempengaruhi kita ketika situasi sosial politik sedang tidak manis atau pun menyenangkan kita. Kedermawanan itu boleh jadi adalah seperti kembang yang menyebarkan wanginya. Keharumannya menerobos cuaca yang sedang hujan lebat atau dalam keadaan panas terik.
Kedermawanan manusia bersumber dari rahmat Alloh yang telah mengaruniai kita suatu sistem yang otomatis menyedot zat asam bagi paru-paru kita dan membuang zat asam arang dari dalamnya. Mau tidak mau akan terusik rasa kedermawanan kita ketika berhadapan dengan saudara-saudara kita yang belum beruntung mendapatkan kue pembangunan. Hadits riwayat Muslim yang dikutip diatas, memberi penegasan bahwa pertama-tama bagi seseorang, adalah kedermawanannya. Artinya, sejauh apa seseorang paling banyak gunanya atau jasanya bagi sesama.

Peringatan Maulid Nabi
Dikisahkan ketika dua malaikat di pagi hari meniti embun, satu malaikat diantaranya mencatat kedermawanan seseorang, ia kehabisan kertas catatan. Malaikat itu lalu mencatat di udara kosong seperti menulis di atas kaca. Sementara itu datang perampok dan penyamun mencoba merampok harta sang dermawan. Namun, orang-orang jahat itu tidak bisa melihat rumahnya karena seluruh udara yang mengelilingi rumah itu penuh berisi tulisan, persis graffiti coreng moreng yang memenuhi dinding-dinding kota. Karena yakin bahwa itulah rumah sang dermawan, mereka nekat lalu menggali tulisan itu, lewat lubang galian itu, mereka mengendap-endap masuk ke kamar-kamar.
Mereka yakin mereka berhasil membopong batangan-batangan emas milik dermawan, buru-buru mereka keluar. Subhanalloh. Seperti dihentakkan geledek di siang bolong, terkejut setengah mati para penjahat itu, sadar ternyata yang dibopongnya adalah kitab-kitab suci Al-Qur’an. Sementara itu lewatlah ibu-ibu dan bapak-bapak pengajian yang sedang lesu karena ustadz yang ditunggu mereka tak kunjung datang. Begitu melihat para pembopong Al-Qur’an itu, ibu-ibu dan bapak-bapak menghambur penuh kegembiraan dan meminta mereka menggantikannya untuk berkhotbah.
*) Disarikan dari buku “Cahaya Rasul” karya Danarto, pengantar K.H.A. Mustofa Bisri ( Gus Mus )
(admin/zen)