Jam belajar di sekolah kami sampai dengan 14.55, bisa dibayangkan seorang siswa harus bisa bertahan dalam kondisi full power. Tidak mudah, siswa yang nota bene berumur remaja dengan segala aktifitasnya tentu membutuhkan energi lebih demi maksimalnya proses di sekolah. Antara lucu dan mengelus dada saat menemui siswa yang mulai ‘tumbang’ terkapar ditengah kobaran semangat guru sebagai fasilitaor mengawal materi di kelas atau di ruang workshop. Yah…, pemandangan ini kerap menjadi bahan diskusi dan tentu saja tidak hanya didiskusikan tapi kakipun harus melangkah, tangan harus mengayun, otak harus diputar demi menjawab sekaligus melakukan tugas sebagai charger untuk mengisi batrei yang sudah lowbat.
Kadang terlupakan ketika carut marut dari sejumlah komponen sekolah yang asyik masyuk dengan tupoksinya sendiri-sendiri dan cenderung abai dengan sekitar memicu letusan eksplosif yang membahayakan keberlangsungan kegiatan sekolah. Meski tak seluruhnya benar, pendekatan nguwongno wong yang biasa disebut humanis menjadi salah satu alternatif mengurai benang ruwet tersebut.
Saat istirahat selepas sholat dhuhur siswa makan. Terasa indah dalam kebersamaan jika kita bisa menangkap peluang itu. Pasti seru berada ditengah anak-anak menikamti bekal yang dibawa dari rumah. Sekali-sekali bahkan sering kali pun selalu ada keseruan berada di tengah mereka. Kalau perlu lemparkan jokes yang membuat merekan tergelak, senyum lepas lupakan sejenak integral parsial, Hukum Newton, welding, pemeliharaan chasis, kelistrikan atau… Tidak apa-apa dan biarkan mereka saling tukar tempe atau sambel tanpa lavel. Biarkan mereka adu panco dengan komitmen tak tertulis, yang kalah membersihkan ruangan setelah makan. Biarkan mereka bernyanyi menirukan Deny Cak Nan yang lagi konser, bahkan ada yang meniru gerakan pesulap merah ataupun Deddy Corbuzer yang sedang menjadi host pada suatu acara TV.

Lengkap, miniatur kelas terlihat saat mereka makan. Di sela canda tawa mulailah bermanuver untuk masuk pada ‘ruang rindu’ mereka. Banyak diantara mereka, ruang rindunya tersisa banyak sehingga terisi oleh pikiran candu yang membawanya sifat instan mau cepat senang tanpa berproses, yang penting happy. Ingin sukses tanpa melakukan sesuatu untuk menjemput sukses, ibarat makanan, berikan saja bumbu penyedap yang banyak supaya lezat tanpa berfikir resiko kesehatan akan mendatanginya. Generasi micin.
“ Ada yang mau makanan saya? “ saya mulai lepas pancing lengkap dengan umpan di ujung mata kail. Hampir bersamaan mereka menjawab, : “ saya paaakkk… !” Saya ulang sampai tiga kali ternyata jawaban semakin bergemuruh, riuh rendah walau isi mulutnya penuh makanan, mereka bersemangat untuk menjawab. “ Ok, yang mau kesini…” lanjutku sambil semakin kutunjukkan makanan di kotak bekal. Ternyata malah mereka diam dan kuulangi lagi pertanyaan serupa baru ada yang mendekat satu sambil senyum-senyum sendiri diantara terbahak-bahaknya yang lain. Si Kuprit Difta mendekat dan saya kasihkan makanan itu. Wouw…umpan pancingku mengena.

“ Lurr, kenapa hanya Kuprit Difta yang menerima kotak bekalku ?” kupasang umpan kedua di mata kail. Gayung bersambut, mereka menjawab : “ karena Kuprit yang mendekat “. Lanjut umpan ketiga, : “ kotak bekalku tadi benda mati atau benda hidup ? Kuprit Difta benda hidup kan ? berarti yang mendekati benda mati itu benda hidup?”. Ehem, sang motivator kelas dadakan mulai beraksi : “ kenikmatan, kesuksesan, hadiah, kesenangan, hanya di dapat oleh orang yang mau action. Seisi kelas tadi semua ingin makanan saya, seisi kelas berharap mendapatkan makanan saya tapi yang bergerak untuk mendekat pada saya cuma satu orang. Akhirnya, satu orang inilah yang mendapatkannya. Kesuksesan ibarat makanan di kotak bekal tersebut, semua orang berharap mendapatkannya. Apakah dengan berharap saja cukup? Tentu tidak, berharap, berusaha, lakukan sesuatu, jemput walau tertatih, mendekatlah, bermesra-mesraanlah, peluk dia, Just Do It dan ending-nya akan kau raih kesuksesan itu.”

Dulur, sahabat, bapak/ibu guru, orangtua, praktisi, pemerhati, siswa-siswi ku, bahkan siapapun dan dimanapun, dari bibir pantai sampai puncak gunung meninggi di lazuardi bantu kami mengantar anak-anak hebat keluar dari generasi micin.
(admin/zen)
Mantap🔥
Terima kasih, jangan berhenti berperilaku yang terbaik
Guru yang satu ini memang beda
Suka marah tapi menunjukan kesalahan agar berbenah, Nanti kalau kelas XII jadi walas saya ya pak?
Memulai itu sulit, tapi kalau tidak dimulai tak kan pernah sampai pada tujuan. Start now, be the best